Palopo — Di balik panggung seni pertunjukan Tana Luwu era 80-an, nama Hamarong Anas — atau yang akrab disapa Pak Hamarong — adalah simbol dedikasi.
Walaupun dikenal sebagai pegawai Departemen Penerangan (Deppen), gairah sejatinya berada di balik layar, memimpin Andi Tadda Grup (ATG), sebuah kelompok drama yang kini dikenang sebagai legenda.
Pak Hamarong bukan sekadar sutradara, beliau adalah seorang pahlawan yang mewariskan narasi dan nilai-nilai luhur Tana Luwu melalui karya seninya.
Sutradara “Baruga di Ratona”
ATG, dengan namanya yang mengagungkan tokoh perjuangan Luwu, menjadi wadah bagi Pak Hamarong untuk menanamkan pemahaman sejarah.
Karya monumental yang paling dikenal dari tangannya adalah drama kolosal “Baruga Ratona”, sebuah drama yang mengisahkan konflik dualisme kepemimpinan di Kedatuan Luwu.
“Baruga” yang berarti balai atau tempat pertemuan adat, dan “Ratona” yang mengacu pada tempat atau lokasi.
Ini sebagai penanda bahwa karya ini adalah jendela menuju dinamika “berdemokrasi” dan kearifan Kedatuan Luwu masa lampau.
Melalui pementasan inilah, sejarah dihidupkan, dan generasi muda diajak menyelami akar budaya mereka.
Sisi humanis yang menarik bahwa sosok Hamarong Anas adalah putera asli Mandar (Majene).
Namun, kecintaan dan pengetahuannya yang mendalam tentang sejarah dan kebudayaan Tana Luwu membuatnya diterima dan dihormati sebagai salah satu pilar budaya setempat.
Dedikasinya melampaui batas geografis. Beliau membuktikan bahwa cinta pada budaya adalah tentang pengabdian, bukan sekadar asal-usul.
Bagi anak-anaknya, salah satunya adalah Lukman Hamarong, yang dikenal selain sebagai birokrat di Pemda Luwu Utara, juga sebagai penggiat publik speaking dan jurnalistik.
Bagi Lukman bersaudara, Pak Hamarong adalah sosok pahlawan sejati, bukan karena panggung gemerlap, melainkan karena kesederhanaan dan ketulusan hidup yang beliau tunjukkan setiap hari.
“Bagi kami, anak-anaknya, beliau adalah pahlawan sesungguhnya yang tertanam kuat di dalam sanubari kami. Beliau adalah abba saya,” tuturnya di laman medsosnya.
Hamarong Anas memang telah berpulang ke sisi pemilik semesta. Namun, warisan tentang wawasan budaya yang ditinggalkan, tak menghapus jejaknya.
Warisan sejati beliau tidak terletak pada bakat akting atau penyutradaraan, melainkan pada nilai-nilai luhur yang ditanamkan: kesederhanaan, integritas, dan pengabdian pada budaya.
“Inilah warisan tak ternilai yang kami teruskan sebagai anak-anaknya,” ujar Lukman.
Kisah Hamarong Anas adalah pengingat bahwa pahlawan sejati adalah mereka yang menggunakan hidupnya untuk menerangi identitas dan sejarah bangsanya, baik melalui peran formal di pemerintahan maupun di balik tirai panggung yang ia cintai.
Al-Fatihah untuk Hamarong Anas, Sang Sutradara Legendaris, yang mewariskan kekayaan budaya dan kesederhanaan abadi. (***)
Sumber: Kanal Akhmad Baso











