BeritaKaltimPendidikan

Disdikbud Kaltim Rampungkan Uji Keterbacaan Buku Muatan Lokal SMA, Siap Terbit Tahun 2026

48
×

Disdikbud Kaltim Rampungkan Uji Keterbacaan Buku Muatan Lokal SMA, Siap Terbit Tahun 2026

Sebarkan artikel ini

Newsroom.co.id, Samarinda – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menyelesaikan kegiatan Uji Keterbacaan Buku Muatan Lokal (Mulok) jenjang SMA Fase F Kelas XII Tahun 2025, sebagai tahapan akhir sebelum buku ajar ini diterbitkan dan digunakan pada tahun pelajaran 2026 mendatang, Rabu (12/11/2025).

Sub Koordinator Kurikulum dan Penilaian SMA Disdikbud Kaltim, Atik Sulistiowati, mengungkapkan hasil uji keterbacaan menunjukkan capaian yang sangat baik di tiga ranah materi. Buku muatan lokal bidang Sumber Daya Alam (SDA) memperoleh penilaian 93 persen sangat baik, Seni Budaya mencapai 97 persen sangat baik, dan Bahasa Daerah dinilai 95 persen sangat baik, sehingga seluruh buku dinyatakan siap cetak.

“Setelah pelaksanaan uji keterbacaan ini, kami menerima banyak masukan dari publik dan para penelaah. Ketiga ranah tersebut telah mendapatkan rekomendasi untuk layak terbit. Masukan yang diterima hari ini akan segera kami tindak lanjuti sebelum menyerahkan naskah final ke penerbit,” jelas Atik

Ia menuturkan, penyusunan buku muatan lokal ini merupakan rangkaian proses panjang yang dimulai sejak tahun 2022, saat tim menyusun kurikulum dan silabus dasar. Tahun 2023 difokuskan untuk penyusunan buku kelas X (Fase E), yang telah digunakan pada 2024, dilanjutkan pada 2024 untuk buku kelas XI, dan kini pada 2025 memasuki penyusunan buku kelas XII (Fase F) yang akan digunakan tahun depan.

“Untuk tahun ini total penulisnya ada 20 orang. Kami menargetkan bulan ini seluruh naskah sudah final agar bisa masuk ke penerbit bulan depan, sehingga awal tahun pelajaran 2026 buku sudah siap digunakan,” tambahnya.

Sementara itu, Dr. Yuni Utami, salah satu penelaah buku yang berkecimpung dengan 20 penulis bersama penelaah lain bernama Nurul Fitriyah Sulaeman menjelaskan penyusunan buku muatan lokal ini merupakan tindak lanjut dari kebijakan nasional yang memberi ruang bagi daerah untuk mengembangkan kurikulum sesuai kekhasan lokal.

“Penyusunan dokumen kurikulumnya dimulai pada 2022, lalu dilanjutkan workshop penyusunan Alur Tujuan Pembelajaran (ATP) di 2023 untuk kelas X. Tahun berikutnya untuk kelas XI, dan tahun ini untuk kelas XII,” terang Yuni.

Ia menyebut, melalui diskusi panjang sejak awal, Kaltim akhirnya menetapkan tiga ranah utama muatan lokal yakni Bahasa Daerah, Sumber Daya Alam, dan Seni Budaya, dari lima opsi yang disediakan dalam panduan nasional.

“Tiga tema itu dipilih karena paling mencerminkan kekhasan Kalimantan Timur. Kita ingin siswa mengenal bahasa, sumber daya, dan budaya lokalnya secara berimbang,” katanya.

Dalam prosesnya, Yuni berujar penyusunan buku muatan lokal juga melibatkan banyak pihak, termasuk akademisi, komunitas lokal, serta penutur asli bahasa daerah. Namun, tidak semua ide dapat dimasukkan secara utuh mengingat keterbatasan ruang dan kesesuaian dengan struktur kurikulum.

“Semua ide kami tampung dan fasilitasi, meskipun porsinya tidak selalu sama. Misalnya komunitas mangrove ingin mendapat porsi besar, tetapi kita atur agar semua unsur lokal mendapat kesempatan tampil secara merata,” jelas Yuni.

Lebih lanjut, Yuni menjelaskan bahwa penyusunan buku bahasa daerah memiliki tantangan tersendiri karena harus melalui proses penerjemahan.

Lebih jauh, Proses penyusunan ini kata Yuni dilakukan melalui empat kali pertemuan tatap muka setiap tahun. Setiap pertemuan berlangsung selama tiga hingga empat hari, dengan target dan hasil yang jelas pada tiap tahap.

“Biasanya, penulis menyiapkan versi Bahasa Indonesianya lebih dulu, baru diterjemahkan ke bahasa daerah. Setelah diterjemahkan, masih ada revisi dari penutur asli,” ungkapnya.

Dalam buku Bahasa Daerah, seluruh versi memuat tema yang sama seperti kekayaan alam dan tempat wisata di Kaltim, namun berbeda dalam bagian cerita rakyat yang disesuaikan dengan suku masing-masing.

“Cerita rakyat Dayak berbeda dengan Berau atau Paser. Kami tidak mencampur, tapi menampilkan kekhasan tiap daerah,” ujarnya.

Dari sisi substansi, buku muatan lokal ini diharapkan dapat menjadi jembatan bagi siswa untuk mengenal dan mencintai identitas daerahnya.

“Kami ingin buku ini tidak hanya jadi bahan ajar, tapi juga sarana untuk menumbuhkan kebanggaan terhadap tradisi dan budaya lokal,” kata Yuni.

Senada dengan itu, Atik Sulistiowati menegaskan bahwa muatan lokal merupakan bagian penting dari pembentukan karakter generasi muda di Kalimantan Timur.

“Kami berharap pelajaran muatan lokal bisa menjadi ruang belajar yang membuat siswa bangga terhadap tradisi daerah, menghormati keberagaman, dan memahami kekayaan budaya Kaltim secara mendalam,” pungkasnya. (AR)